BADUNG - Tanah seluas 6 hektar milik Pemerintah Provinsi Bali di Desa Ungasan, diratakan oleh pihak kontraktor menggunakan alat berat.
Menurut penuturan pihak Desa Dinas (Perbekel) Desa Ungasan bahwa tanah itu hendak dimohonkan untuk sekolah dan tempat pengolahan sampah. Sedangkan pihak penggarap (penyakap) telah menempati tanah tersebut secara turun temurun yang kewajiban pajaknya selama ini dibayarkan yang jumlahnya tidak sedikit.
Menemui pihak Perbekel Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, I Made Kari menjelaskan kepada awak media bahwa tanah tersebut adalah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, dengan sertifikat Hak Pakai (SHP) dengan nomor 87 dan 88. Kebetulan SHP 87 rencananya dipakai untuk gedung SMKN 2 Kuta Selatan dan SMAN 3 Kuta Selatan
" Memang betul ada 7 penggarap yang mendiami tanah tersebut, mereka resmi diberikan izin menggarap oleh pihak Pemerintah, " jelasnya, Selasa (16/05/2023).
" Sisa dari tanah Provinsi itu dimohon oleh desa Adat untuk tempat pengelolaan sampah dan tempat bale banjar "
Ia juga menjelaskan bahwa tanah yang dikompensasikan nantinya akan diberikan kepada 7 keluarga penggarap disana. Ditambahkan bahwa pihak desa dinas dan desa adat menekankan bahwa keberadaan sekolah tersebut diharapkan dapat menambah ruang kelas bagi murid - murid sekolah.
Baca juga:
Prapradilan Anak Kyai Jombang Ditolak Hakim
|
" 7 penggarap itu akan mendapatkan hibah dari desa adat dari permohonan pihak desa adat kepada provinsi Bali, dari 6 penggarap 1 memang dari pak Putu belum hadir kemarin, ini untuk kepentingan umum desa adat Ungasan dan Bali "
Luas tanah yang menjadi perebutan itu berjumlah kurang lebih 6 hektar, yang SHP nomer 87 ada 2, 8 hektar, SHP nomer 88 ada lebih 1 hektar. Sisanya 1 hektaran inilah yang dihibahkan oleh Provinsi untuk desa adat untuk pengelolaan sampah dan para penggarap.
Menemui penggarap yang belum rela tanah yang dikelolanya menjadi bancaan desa adat dan dinas, menjelaskan bahwa tanah tersebut telah ia garap selama turun - temurun dan itupun diakui oleh Perbekel Desa Ungasan.
Menemui penggarap, I Putu Gede Isnawa Adiputra dan istri Ni Putu Ayu Suliati yang merupakan keluarga Nyoman Rangun (Veteran) asal Desa Ungasan, menceritakan bahwa ia didatangi oleh Buldozer (alat berat) jam sekitar jam 9.30 malam.
" Anak saya jadi terbangun, mereka tidak ada konfirmasi terlebih dahulu saat kita sedang tertidur "
Lanjut cerita bahwa tanah itu ia tempati sejak kakek, ayah kemudian dirinya secara turun temurun (sejak 1939) dan mereka mengakui memiliki SPPT Pajak.
Pihak istri yang saat itu menemani menuturkan bahwa dirinya dan keluarga membayar pajak secara rutin atas keseluruhan (± 6 hektar).
" Saya tidak mengerti buldozer itu datang darimana, kami takut padahal itu tanah kami sendiri, " sahut sang istri, Senin (15/05/2023) disalah satu kedai kopi.
Ia juga menceritakan kontrakan yang dia kelola itu juga pada keluar, ada yang nangis, menjerit dan berpikiran dirinya akan digusur. Karena dirinya teriak - teriaklah mungkin pihak pekerja alat berat mulai berhenti. Mereka kembali melanjutkan jam 7.30 pagi.
" Pajak yang kami bayar dari 1996 lebih dari 10 tahun, memang ada yang belum (2013) kami bayar karena kondisi keuangan "
Ia juga menerangkan ada pihak keluarganya yang kaget dan jatuh sakit akibat kejadian itu, saat wawancara ini kondisinya lagi perawatan di Rumah Sakit.
" Shock dia, semalam dia (adik) masuk rumah sakit, " ibu satu anak itu.
Tanah yang berada disebelah Objek Wisata GWK ini memang menggiurkan. Keberadaannya sungguh strategis bila melihat kondisi saat ini dibanding beberapa waktu silam, yang tandus dan tidak akan ada yang mau melirik selain keluarga leluhur pihak penggarap.
Pihak Provinsi Bali juga sepertinya baru mensertifikatkan tanah tersebut bila dibandingkan dengan penguasaan dari pihak keluarga penggarap.
Pihak keluarga Putu Gede Isnawa juga menolak adanya dugaan rekayasa yang mengatakan ada 7 termasuk dirinya sebagai penggarap, karena pihaknya punya bukti bahwa keluarganyalah yang menyewakan tanah tersebut kepada yang dikatakan penggarap.
Menghubungi pihak Bendesa Adat Ungasan yang juga seorang anggota dewan Provinsi Bali ini, I Wayan Disel Astawa menjelaskan yang kurang lebih mirip seperti Perbekel katakan.
" Kami datang baik - baik hendak menggeser rumah penggarap yang satu itu, untuk mempercepat pembangunan gedung Sekolah, " Jelas Disel, Kamis (18/05/2023) melalui sambungan telepon.
Disel juga mengatakan bahwa keluarga itu tidak terdaftar sebagai warga desa Banjar Kangin dan yang dikatakan ngotot mempertahankan itu adalah warga wilayah negara (Jembrana).
" Teliti dong, cek KTP-nya sudah kawin atau belum, bahkan yang laki - laki tidak memenuhi kewajibannya sebagai warga desa "
Ia juga keras menolak bahwa yang membuldozer wilayah rumah penggarap adalah pihak Dinas Pemerintah Provinsi, bukan pihak Desa adat dan dinas.
" Saya sebagai aparat desa dan perbekel diminta untuk mengawal pekerjaan ini agar tidak dihalang-halangi "
Sertifikat SHP 87 Ungasan, klik Untuk Link
Menanyakan berapa banyak akan diberikan kepada penggarap, Disel menyebutkan nama pihak lain yakni Gus Marhaen, yang juga ingin memohon tanah tersebut sebesar 26 are kepada Provinsi dari 1, 2 hektar, lalu 10 are digunakan sebagai pengelolaan TPST desa, sisanya baru akan dibagikan kepada para penggarap.
" Tanah Provinsi itu tidak boleh dihibahkan secara serta merta secara orang per-orang, harus dihibahkan kepada desa adat dan desa adatlah yang membagikannya "
" Setelah itu bila sepakat dengan para penggarap, maka saya mengeluarkan surat memberikan kepada penggarap berupa tanah ayahan desa, " pungkasnya.
Menelusuri Surat Perintah Kerja (SPK) pihak yang meratakan menggunakan alat berat adalah CV. BAYU PASUPATI, sedangkan pemenang tender pengadaan kontruksi adalah PT. KENCANA ADHI KARMA, tentu ini menjadi pertanyaan yang perlu lebih dalam lagi dijelaskan oleh pihak Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Bali. (Ray)