JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada akhirnya bisa mengoreksi target ekonomi yang sudah ditetapkan pemerintah sendiri dalam RAPBN. Bahkan, Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai target bisa tidak tercapai dan rencana belanja maupun penerimaan bisa terkoreksi dengan sendirinya.
Dalam keterangan persnya yang diterima Media, Kamis (8/9/2022), Hafisz menyebut Ada kausalitas yang terjadi mengiringi kebijakan kenaikan harga BBM ini. Menurut Hafisz, ekonomi nasional akan turun lagi. Bila ekonomi turun, transaksi perdagangan pasti lesu. Bila perdagangan lesu, itu bisa mengoreksi target ekonomi dan tentu asumsi makro APBN tidak akan tercapai.
"Kalau target-target sudah tidak tercapai, maka otomatis rencana belanja dan penerimaan negara akan terkoreksi atau tidak tercapai, " ujarnya, seraya mengatakan, kebijakan mencabut subsidi BBM dan menaikkan harga BBM merupakan usaha sia-sia. Kebijakan ini sangat tidak populis di tengah krisis global. Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, rakyat miskin akan semakin banyak akibat kenaikan BBM tersebut.
Baca juga:
Alokasi Kompensasi Energi Untuk Siapa?
|
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini mengakui, memang anggaran subsidi telah memberatkan APBN. Namun, menaikkan harga BBM bersubsidi justru lebih memberatkan lagi bagi kehidupan rakyat miskin. Yang jelas, ungkapnya, dengan kenaikan BBM, semua kebutuhan pokok pasti akan naik. Sebab kontribusi BBM ibisa mencapai 15-20 persen terhadap komponen harga produksi. (mh/sf)